Senin, September 01, 2008

Happy Fasting 1429 H

Diposting oleh Soraya di 9/01/2008 03:21:00 PM 0 comment

Hm..sebenernya sih g semangat menyambut Ramadhan kali ini, secara w g ikutan 1st day nya.., 1st tarawihnya.. hiks2.. :(( tapii.. jd mayan semangat deh setelah baca ini nieh..

***

Semangat berpuasa akan semakin terbimbing saat kita mengetahui amalan yang kita lakukan tersebut memiliki dalil penuntun sebagai salah satu syarat diterimanya puasa tersebut oleh Allah. Sehingga, puasa akan menjadi bernilai ibadah dan bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus saja.

N ketika seorang wanita kedatangan “bulan”nya disaat puasa, otomatis batal puasanya, knpa bs begitu yah? Apa alasan khusus yang melarang wanita haidh melaksanakan ibadah puasa? N apa hikmah dilarangnya seorang wanita yang mengalami haid untuk tidak berpuasa?

Ini niih jawabannya..

Seorang wanita yang haid dan nifas dilarang untuk melakukan puasa berdalil dengan hadits Abu Sa’id al Khudriy -radhiyallaahu’anhu-, bahwasanya Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam: “Bukankah wanita itu jika sedang haid dia tidak sholat dan tidak berpuasa? Itulah kekurangan agamanya.” (Shohih, Riwayat Bukhori)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah berkata dalam Majmu’ Fatawa-nya: “Haid menyebabkan keluarnya darah. Wanita yang sudah mendapat haid dapat berpuasa di selain saat-saat merahnya yaitu dalam kondisi tidak keluar darah (tidak haid). Karena puasa pada waktu itu adalah puasa dalam kondisi fisik yang seimbang dimana darah, yang merupakan inti kekuatan tubuh, tidak keluar. Puasanya di saat haid akan menguras darah sehingga berdampak pada menurun dan melemahnya tubuhnya dan puasanya pun tidak pada kondisi fisik yang seimbang. Oleh karena itu, wanita diperintahkan untuk berpuasa di luar waktu-waktu haidnya.”

( o0o..ternyata begitu ceritanya.. baru tw w.. hi3.. kemane aje neng?! )

Qadha' Puasa

Wanita haid tersebut wajib meng-qadha’ (mengganti) puasa yang ditinggalkannya pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan, berdasarkan hadits dari ‘Aisyah -radhiyallaahu’anha- : “Kami mengalami haid di masa Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam, maka kami diperintahkan untuk meng-qadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha’ sholat.” (Shohih, dalam Shohih Jami’ no. 3514)

Qadha’ boleh ditunda karena adanya udzur (alasan). Akan tetapi, hendaknya tidak menunda qadha’ tanpa udzur hingga masuk bulan Sya’ban atau justru beberapa hari sebelum Ramadhan tiba karena hal tersebut justru akan memberatkan fisik kita dalam persiapan bulan Ramadhan. Apalagi lingkungan kita yang umumnya penuh godaan, sebagai contoh banyaknya warung makan yang buka.

Sebagaimana keadaan orang yang junub, seorang wanita yang suci dari haid sebelum fajar namun baru mandi setelah terbit fajar maka sah puasanya. Sah juga jika wanita tersebut mendapatkan haid setelah tenggelamnya matahari meskipun ia belum sempat untuk berbuka puasa.

Jika seorang wanita suci di tengah hari bulan Ramadhan, maka diperbolehkan untuk makan dan minum. Namun, untuk menghormati orang lain yang sedang berpuasa hendaknya ia tidak makan dan minum secara terang-terangan di antara orang yang berpuasa.

Terkadang, seorang wanita dapat mengeluarkan darah, namun bukan darah yang menjadi kebiasaan wanita tersebut. Keadaan tersebut dinamakan dengan darah istihadhoh. Pada keadaan ini, wanita tersebut tidak memiliki alasan untuk tidak berpuasa sebagaimana wanita haid. Artinya, ia tetap harus melaksanakan sholat dan puasa. Hukum istihadhoh seperti halnya keadaan wanita dalam keadaan suci kecuali pada beberapa masalah saja. ( ? )

Trus gimana klo pake obat-obatan penahan datang bulan? Bolehkah??

Boleh bagi wanita untuk menggunakan obat-obatan penahan datang bulan jika disetujui oleh dokter-dokter ahli yang dapat dipercaya atau orang-orang yang pengalaman dalam bidang ini; bahwa pemakaian obet tersebut tidak berbahaya, juga tidah mempengaruhi rahimnya.

Tapi lebih baik agar tidak mempergunakannya, karena Allah telah menjadikan keringanan bagi kaum wanita yang haid pada bulan Ramadhan untuk tidak berpuasa. Dan Allah memerintahkan untuk mengganti hari-hari yang ia tidak puasa tersebut lagi pula Allah telah merelakan syari‘at seperti itu sebagai ajaran agama.

Sedangkan pada saat haji yang kesempatannya sangat jarang, maka boleh menggunakan obat seperti itu. Asal telah mendapat persetujuan dari dokter. Dasarnya adalah kemudahan ( Rukhsoh ), karena pada dasarnya Islam itu mudah. Dan juga tidak kita dapati larangan yang secara jelas tidak membolehkannya.

Wallahu a‘lam bis-shawab..


 

My Story Life Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting