Dalam sebuah perjalanan dinas, seorang manajer dan stafnya yang masih muda menumpang kereta api jurusan Bandung-Jakarta. Tempat duduk yang tersisa hanyalah di depan wanita muda yang cantik dan neneknya. Sang manajer dan stafnya duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut ( bangku kereta mirip kelas ekonomi sekarang ). Sementara kereta api berjalan, keempat orang ini mencoba menyesuaikan diri dengan membuka percakapan.
Percakapan mulai terbuka, hingga tanpa terasa kereta yang mereka tumpangi mulai memasuki terowongan Sasaksaat. Entah kenapa, lampu dalam gerbong tiba-tiba tidak menyala. Tak ayal lagi, seluruh gerbong pun menjadi gelap gulita.
Untuk beberapa lama, keempat orang ini-dan tentunya penumpang lain- diliputi kegelapan total. Mereka hanya ditemani deru lokomotif serta bunyi kereta api. Dalam kesunyian sesaat itu, disamping mendengar deru kereta api, keempat orang yang duduk berdekatan itu mendengar dua suara lain yang cukup keras, yakni sebuah ciuman dan sebuah tamparan.
Setelah melewati terowongan yang gelap tsb, keempat orang itu mulai menerjemahkan bunyi ciuman dan tamparan tadi dengan persepsi masing2.
Percakapan mulai terbuka, hingga tanpa terasa kereta yang mereka tumpangi mulai memasuki terowongan Sasaksaat. Entah kenapa, lampu dalam gerbong tiba-tiba tidak menyala. Tak ayal lagi, seluruh gerbong pun menjadi gelap gulita.
Untuk beberapa lama, keempat orang ini-dan tentunya penumpang lain- diliputi kegelapan total. Mereka hanya ditemani deru lokomotif serta bunyi kereta api. Dalam kesunyian sesaat itu, disamping mendengar deru kereta api, keempat orang yang duduk berdekatan itu mendengar dua suara lain yang cukup keras, yakni sebuah ciuman dan sebuah tamparan.
Setelah melewati terowongan yang gelap tsb, keempat orang itu mulai menerjemahkan bunyi ciuman dan tamparan tadi dengan persepsi masing2.
to be continued..
Si Wanita muda berpikir, " Saya merasa tersanjung, manajer yang berdasi di depan saya ini telah mencium saya, namun saya sangat malu karena nenek menamparnya."
Sedangkan neneknya berpikir, " Saya kesal karena orang muda itu mencium cucu saya, tetapi saya bangga karena cucu saya punya keberanian untuk membalasnya!"
Di pihak lain, sang manajer duduk diam sambil berpikir, " Staf saya telah memperlihatkan keberanian yang besar untuk mencium gadis yang belum dikenalnya, tetapi kenapa gadis tersebut keliru menampar saya?"
Si Wanita muda berpikir, " Saya merasa tersanjung, manajer yang berdasi di depan saya ini telah mencium saya, namun saya sangat malu karena nenek menamparnya."
Sedangkan neneknya berpikir, " Saya kesal karena orang muda itu mencium cucu saya, tetapi saya bangga karena cucu saya punya keberanian untuk membalasnya!"
Di pihak lain, sang manajer duduk diam sambil berpikir, " Staf saya telah memperlihatkan keberanian yang besar untuk mencium gadis yang belum dikenalnya, tetapi kenapa gadis tersebut keliru menampar saya?"
to be continued..
Lalu, bisakah kalian tebak apa yang sebenarnya terjadi....??
Lalu, bisakah kalian tebak apa yang sebenarnya terjadi....??
lanjuut........
Tampaknya, hanya staf itu satu - satunya orang yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, sebab dalam waktu yang singkat dia mempunyai "kesempatan" untuk mencium seorang gadis cantik sekaligus menampar manajernya. ( dengan alasan yg emang cuma tu staf yang tw, hi3, w mana tw.. )
***
ORANG bijak pernah membagi tiga jenis manusia. Pertama, manusia bodoh, yakni mereka yang selalu melalaikan dan mengesampingkan setiap kesempatan yang ada. Kedua, manusia baik, yakni mereka yang selalu mengambil kesempatan yang datang kepadanya. Sedangkan jenis manusia yang ketiga adalah manusia bijak, yakni mereka yang selalu mencari kesempatan yang memungkinkan dirinya untuk terus berkembang tanpa harus banyak menunggu.
Dimanakah kesempatan itu? di luar atau di dalam diri? Kesempatan sebenarnya bukan berada di luar diri manusia. Kesempatan yang hakiki justru berada dalam individu tsb. Artinya, respon kita terhadap peristiwa yang terjadi yang akan menggiring pemaknaan kita apakah itu kesempatan atau bukan. Proses pemaknaan dan mengambil sesuatu itu sebagai suatu kesempatan atau peluang tidak semata-mata ditentukan oleh jenjang pendidikan atau jabatan, melainkan melalui cara kita memandang. Oleh karena itu, dalam kenyataannya ada dua jenis manusia yang dapat memknai fenomena yang ada sebagai suatu kesempatan, yaitu opportunist dan adventurer.
Sebagai contoh, ada begitu banyak kejadian dimana orang memanfaatkan kesempatan menjarah barang2 orang yang mengalami kecelakaan sementara si pemilik sedang sekarat. Atau dalam kejadian lain, seseorang bisa bergabung dalam kelompok atau club tertentu hanya untuk mencari kesempatan bagaimana supaya keinginan, ambisi, serta popolaritas dirinya terangkat. Orang2 yang memanfaatkan kesempatan dengan niat yang tidak tulus, bahkan cenderung mengorbankan orang lain, inilah yang dikenal dengan kaum opportunist. Ketika orang lain memandang suatu kejadian atau fenomena sebagai ajang untuk melayani orang lain, justru cara pandangnya yang negatif mengatakan dan mendorong dirinya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sebaliknya, mereka yang mampu memanfaatkan kejadian yang ada sebagai sarana untuk membangun dirinya dan orang lain maupun perusahaan adalah mereka yang dikenal dengan kaum adventurer. Mereka bahkan mampu melihat apa yang tidak mungkin di mata orang lain menjadi mungkin. Masih segar dalam ingatan kita satu pepatah indah yang pernah menjadi goresan tinta emas dunia kewirausahaan, " Ribuan orang melihat apel jatuh, namun hanya Isaac Newton yang bertanya : Mengapa? "
Kehadiarn mereka ditengah-tengah lingkungan menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk membangun kompetensi. Mereka tidak segan-segan berbagi kepada orang lain, tanpa rasa takut disaingi atau popularitas mereka hancur. Mereka tahu bahwa semakin banyak memberi inspirasi, semakin peka pula intuisinya dalam melihat kejadian sebagai suatu kesempatan.
Menjadi opportunist maupun adventurer adalah suatu pilihan bagi kita. Mari kita memilih untuk menjadi adventurer yang memiliki pikiran yang selangkah lebih maju dalam memaknai setiap kejadian. Saat orang lain diam, kita mulai berjalan. Saat orang lain berjalan, kita mulai berlari. Saat orang berlari, kita sudah sampai. Saat orang lain sampai, kita istirahat. Saat orang istirahat, kita sudah mulai jalan lagi. One Step Ahead!
Semoga bermanfaat...........
Tampaknya, hanya staf itu satu - satunya orang yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, sebab dalam waktu yang singkat dia mempunyai "kesempatan" untuk mencium seorang gadis cantik sekaligus menampar manajernya. ( dengan alasan yg emang cuma tu staf yang tw, hi3, w mana tw.. )
***
ORANG bijak pernah membagi tiga jenis manusia. Pertama, manusia bodoh, yakni mereka yang selalu melalaikan dan mengesampingkan setiap kesempatan yang ada. Kedua, manusia baik, yakni mereka yang selalu mengambil kesempatan yang datang kepadanya. Sedangkan jenis manusia yang ketiga adalah manusia bijak, yakni mereka yang selalu mencari kesempatan yang memungkinkan dirinya untuk terus berkembang tanpa harus banyak menunggu.
Dimanakah kesempatan itu? di luar atau di dalam diri? Kesempatan sebenarnya bukan berada di luar diri manusia. Kesempatan yang hakiki justru berada dalam individu tsb. Artinya, respon kita terhadap peristiwa yang terjadi yang akan menggiring pemaknaan kita apakah itu kesempatan atau bukan. Proses pemaknaan dan mengambil sesuatu itu sebagai suatu kesempatan atau peluang tidak semata-mata ditentukan oleh jenjang pendidikan atau jabatan, melainkan melalui cara kita memandang. Oleh karena itu, dalam kenyataannya ada dua jenis manusia yang dapat memknai fenomena yang ada sebagai suatu kesempatan, yaitu opportunist dan adventurer.
Sebagai contoh, ada begitu banyak kejadian dimana orang memanfaatkan kesempatan menjarah barang2 orang yang mengalami kecelakaan sementara si pemilik sedang sekarat. Atau dalam kejadian lain, seseorang bisa bergabung dalam kelompok atau club tertentu hanya untuk mencari kesempatan bagaimana supaya keinginan, ambisi, serta popolaritas dirinya terangkat. Orang2 yang memanfaatkan kesempatan dengan niat yang tidak tulus, bahkan cenderung mengorbankan orang lain, inilah yang dikenal dengan kaum opportunist. Ketika orang lain memandang suatu kejadian atau fenomena sebagai ajang untuk melayani orang lain, justru cara pandangnya yang negatif mengatakan dan mendorong dirinya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sebaliknya, mereka yang mampu memanfaatkan kejadian yang ada sebagai sarana untuk membangun dirinya dan orang lain maupun perusahaan adalah mereka yang dikenal dengan kaum adventurer. Mereka bahkan mampu melihat apa yang tidak mungkin di mata orang lain menjadi mungkin. Masih segar dalam ingatan kita satu pepatah indah yang pernah menjadi goresan tinta emas dunia kewirausahaan, " Ribuan orang melihat apel jatuh, namun hanya Isaac Newton yang bertanya : Mengapa? "
Kehadiarn mereka ditengah-tengah lingkungan menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk membangun kompetensi. Mereka tidak segan-segan berbagi kepada orang lain, tanpa rasa takut disaingi atau popularitas mereka hancur. Mereka tahu bahwa semakin banyak memberi inspirasi, semakin peka pula intuisinya dalam melihat kejadian sebagai suatu kesempatan.
Menjadi opportunist maupun adventurer adalah suatu pilihan bagi kita. Mari kita memilih untuk menjadi adventurer yang memiliki pikiran yang selangkah lebih maju dalam memaknai setiap kejadian. Saat orang lain diam, kita mulai berjalan. Saat orang lain berjalan, kita mulai berlari. Saat orang berlari, kita sudah sampai. Saat orang lain sampai, kita istirahat. Saat orang istirahat, kita sudah mulai jalan lagi. One Step Ahead!
Semoga bermanfaat...........